Selasa, 27 Januari 2009

Pop dan Populer Sebagai Cermin Haute Couture dan Prêt-à-Porter

Mana yang lebih disukai: kepopuleran atau sesuatu yang pop? Haute couture atau prêt-à-porter?



Saat kita mendengar kata pop hal yang awalnya mungkin terlintas di benak adalah: Andy Warhol. Hal yang terjadi setelahnya adalah kita mengaitkan kata pop dengan kata populer. Sebut saja, istilah lagu pop yang membawa nama-nama populer di Indonesia, seperti Peterpan, Mulan Jamilah dan Melly Goeslow. Padahal, apabila kita tengarai, ternyata kata pop justru bertolak belakang dengan kata populer.

Kata populer mengikutsertakan barisan kata, seperti: terkenal, termashur atau best seller. Hal tersebut memperlihatkan adanya fokus dan tujuan dari hal yang disebut populer, yaitu: massa. Sebuah karya—apapun—yang dikatakan atau ingin disebut sebagai karya yang populer, pastinya datang dari sebuah niat yang sama: keuntungan. Pada awalnya, karya yang populer bertujuan untuk mendapat keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sebagai hasilnya: karya yang populer akan menjadi karya yang siap pakai dan berjumlah banyak. Akibatnya, sesuatu yang populer merupakan tiruan dan tidak mementingkan orisinalitas.

Sebaliknya, kata pop membawa kita kepada sesuatu yang individual dan terbatas. Sesuatu yang pop biasanya mementingkan kepuasan penciptanya, tanpa berpikir mengenai nilai-nilai keuntungan finansial yang akan didapatkan. Sebagai akibatnya, sesuatu yang pop akan membawa kita kepada keorisinalitasan serta sesuatu yang baru, yang bahkan belum pernah terlintas di dalam benak kita.

Istilah pop dan populer mengingatkan saya pada dua istilah fashion: haute couture dan prêt-à-porter. Kedua istilah tersebut seakan membawa kaitan makna yang sama, antara pop dengan haute couture dan populer dengan prêt-à-porter. Sebagai contoh, karya-karya Dior yang sangat individualis dan terbatas dapat dimasukkan dalam golongan haute couture. Hal tersebut disebabkan karya-karya Dior lebih mementingkan kepuasan dan mewakilkan kepribadian label dibanding mencari keuntungan dan mengikuti tren yang ada. Hal yang terjadi justru label-label haute couture membawa kita pada tren yang baru—tren yang tidak kebanyakan. Label-label haute couture biasanya tetap mempertahankan ciri khas yang dimilikinya. Semisal, Versace dengan karya yang seksi, Lanvin dengan karya yang simpel, tapi mewah, Alexander McQueen dengan karya yang sophisticated dan edgy dan Dior—lagi-lagi—dengan kerumitan pada material dan pola.

Keorisinalan karya-karya haute couture membuat ongkos yang harus kita keluarkan untuk mendapatkannya tidak sedikit. Belum lagi, adanya persaingan yang harus dilewati untuk mendapatkan barang-barang yang limited edition. Secara tidak langsung, untuk mendapatkan sesuatu yang precious memang harus menghabiskan banyak hal: tenaga, waktu dan tentunya uang.

Hal yang sebaliknya justru terjadi pada label-label yang prêt-à-porter. Label-label jenis ini sangat mudah dan murah didapat dan dibeli. Label yang prêt-à-porter biasanya lebih mementingkan nilai yang didapat pemasok—kuantitas dibanding kualitas. Biasanya label jenis ini membawa khalayak untuk mendapatkan tren dengan mudah. Apabila oxford shoes dan full skirt sedang diminati, berbondong-bondong semua toko menjualnya. Entah KW I, KW II atau tidak ber-KW. Label jenis ini yang dapat dijadikan contoh adalah label-label yang terdapat di pusat perbelanjaan internasional atau yang istilah bekennya ITC. Kemudahan untuk mengakses dan mendapatkannya membuat label-label jenis ini laku keras. Hal yang sering terjadi adalah apabila kita kehabisan barang di toko A, kita bisa menengok ke toko sebelah yang menjual barang yang sama dengan label yang berbeda.

Namun, terdapat pula label-label prêt-à-porter yang mempunyai kualitas yang terjamin. Biasanya label macam ini masih mempunyai ciri khas dan tema yang menjadi benang merah setiap karya mereka. Label jenis ini pun bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka menjual barang-barang yang banyak—meskipun tak sebanyak di ITC—dengan kualitas yang baik dan mengikuti tren. Label jenis ini berprinsip bahwa haute couture dapat dibentuk sedemikian rupa agar tak hanya dikagumi, tapi juga dikenakan. Beberapa label yang mengusung prinsip tersebut adalah Xsml, Zara, Pull and Bear, Topshop, dan Mango. Label jenis ini tidak dapat dikatakan label yang haute couture karena memang mereka masih mementingkan kuantitas dan kepentingan pasar. Seringkali saat kita melihat koleksi autumn/winter di label Zara, kita juga dapat menemukan koleksi yang setipe—tidak serupa—di Mango. Harga yang ditawarkan pun tidak setinggi label haute couture. Namun, juga tidak serendah label yang ada di ITC. Oleh karena itu, label prêt-à-porter jenis ini dapat membawa nilai prestige saat dipakai—meskipun tak sebesar label haute couture.

Alasan yang relevan mengapa label prêt-à-porter tidak dapat membawa nilai prestige sejajar dengan haute couture adalah: label prêt-à-porter masih menghamba pada pasar. Label jenis membuat sesuatu dengan tujuan jualan, berbeda dengan label haute couture yang lebih mementingkan kepuasan berkreasi. Kreativitaslah yang ’mahal’ untuk dibayar dan label haute couture memiliki semua itu.

Namun, sebagai hasilnya: label prêt-à-porter menjadi label yang POPULER bagi kalangan yang lebih luas dibanding label haute couture. Dan hal yang sebaliknya, label haute couture menjadi label yang POP.

Senin, 26 Januari 2009

Kids Style equal Their Parents Style..♥


Tak dapat dipungkiri. Sewaktu kita masih kecil--sekitar umur 0-10 tahun--kita masih ditatar untuk melakukan apapun. Yah, saya tidak ingin mengeneralisasikan pernyataan tersebut kepada SEMUA orang. Namun, hal yang umumnya terjadi adalah hal tersebut (sewaktu kecil kita ditatar) atau dengan kata lain, kita diberi arahan.

Hingga akhirnya kita menginjak masa belajar di institusi pendidikan--lagi-lagi, kita ditatar dan diarahkan. Cara penataran atau pengarahan pun berbeda-beda, tergantung di mana Anda belajar. Namun, hal yang perlu saya tekankan adalah: saat masih kanak-kanak kita selalu dibimbing untuk melakukan segala sesuatu, termasuk: dalam hal MEMILIH.

Seorang anak tentunya belajar dari pengalaman yang mereka dapatkan. Pengalaman yang mereka dapatkan tentunya berasal dari orang yang ada di sekelilingnya. "Orang di sekeliling" mereka yang paling awal ada di dalam hidup mereka adalah orang tua. Mereka mengenal banyak hal melalui orang tua mereka, bahkan dalam hal mengetahui nama mereka.



Hal yang juga tentunya dipelajari pada awalnya adalah:: bahwa manusia perlu berpakaian. Berpakaian merupakan awal mula mereka menemukan jati diri dlam hal fashion. Awalnya, mereka membiarkan diri mereka menjadi manequin orang tua mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang pertama yang memilihkan baju yang kita pakai adalah orang tua kita.

Sering kita melihat adanya persamaan antara gaya si ibu dengan si anak saat kita melihat mereka berjalan berdua di tempat umum. Sering juga kita melihat baju yang dijahit kembar ibu-anak. Hal itu memperlihatkan adanya persamaan antara gaya si ibu dan si anak atau penyamaan gaya?

Saya sering tertawa bila melihat seorang anak yang didandani sedemikian rupa hingga terlihat "lucu." Entah dengan rambut yang diikat tinggiiiii seperti air mancur atau mengenakan celana cutbray bermotif macan. Awalnya saya berpikir, "kok anak ini mau aja yah didandanin seperti itu?" Hingga akhirnya datang sang ibu dengan pakaian yang setipe. Yah, saya mendapatkan jawaban dari pertanyaan saya: "Ooohh.. pantes yah anaknya kaya gitu," sambil tersenyum simpul.

Jadi, yang salah siapa? Anaknya atau ibunya? =p

Selasa, 20 Januari 2009

Sepatu Bot di Negara Dua Musim


Bulan Januari tahun ini merupakan bulan yang basah di Indonesia. Hujan menemani kita sepanjang hari atau hanya sebatas membangunkan kita dengan deru dan derasnya. Sebagai dampaknya, kita bisa melihat di layar televisi atau pada bagian depan media massa: Banjir.

Awalnya, banjir merupakan salah satu bencana alam yang menimpa negara kita. Namun, sekarang, banjir seakan menjadi berita yang wajar dan santer terdengar ketika musim penghujan berkunjung.

Sebagai negara tropis, Indonesia mengenal dua musim: Kemarau dan Penghujan. Setelah musim kemarau panas yang membuat manusia-manusia ikut-ikutan “panas,” kini musim penghujan datang ditandai dengan awan gelap yang mengandung banyak air. Awan gelap seakan mengajak kita untuk wanti-wanti: “Aduh, nanti hujan ga, yah?” Wanti-wanti tersebut berubah menjadi sebuah aksi. Sejalan dengan peribahasa yang mengatakan: sedia payung, sebelum hujan. Banyak orang yang membawa benda yang satu itu di dalam tas tangan atau sekadar menjinjingnya.

Penjual payung pun seakan tidak mau kalah kuantitas dengan ojek payung dan sekonyong-konyong dapat ditemukan di mana-mana. Jenis payung pun beragam: dari yang berwarna basic—seperti hitam dan putih, berwarna cemerlang—seperti shocking pink dan hijau neon, hingga tidak berwarna atau transparan. Modelnya pun beragam dari yang bisa dilipat hingga yang panjang dan terlihat klasik. Aksesoris jenis ini menjadi pelengkap gaya saat musim penghujan datang.

Berbeda dengan payung, yang biasa kita temukan di musim penghujan, sepatu merupakan sandang yang kita butuhkan untuk beraktivitas pada musim apapun. Lapik atau pembungkus kaki yang tadinya dipergunakan hanya untuk menopang kegiatan kita, kini sudah bertambah fungsinya menjadi pelengkap gaya. Biasanya kita menyesuaikan sepatu yang kita gunakan dengan aktivitas yang kita lakukan atau musim yang sedang berjalan. Musim yang saya maksud dapat bermakna ganda. Pertama, musim yang berkaitan dengan cuaca, kedua musim yang berkaitan dengan tren. Sepatu menjadi pemaksimal gaya kita.

Tahun lalu, sepatu yang populer digunakan adalah sepatu yang berbahan karet. Sepatu jenis ini menjadi populer sebagai tiruan dan merk ternama yang ada di plaza-plaza terkenal. Bahan karet menjadi pilihan karena membuat pemakai tak perlu waktu lama untuk mengeringkannya setelah terkena genangan air. Cukup dengan bantuan tissue Paseo, cling! Kembali seperti baru beli.

Tahun ini, seperti musim yang sedang berlangsung di negara empat musim, sepatu bot* sedang naik daun. Sepatu bot muncul dengan berbagai bentuk. Dari ankle boots hingga knee-length boots. Sepatu bot biasanya digunakan di negara empat musim dengan maksud dapat menghangatkan kaki dari terpaan salju serta menambah gaya agar kaki semakin cantik melangkah.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, sepatu bot sedang digemari beberapa kalangan. Sepatu bot dapat menambah kesan kuat di kaki pemakainya hingga menutupi kekurangan si pemakai di bagian betis. Sering alas kaki jenis itu wara-wiri di tempat-tempat umum seperti plaza. Namun, tahukah Anda bila sepatu bot juga wara-wiri di musim penghujan?

Pada awalnya, sepatu bot hanya dipergunakan sesuai fungsi saja oleh para pekerja pabrik, satpam atau pekerja bus transjakarta. Namun, sepatu jenis ini juga diperhitungkan sebagai pelengkap gaya bagi para pengikut tren dunia. Mungkin, masih terdapat beberapa kalangan yang menganggap sepatu bot tidak pantas dikenakan di negara tropis. Bagi mereka, sepatu bot sama halnya dengan mantel bulu: tidak berguna digunakan di negara tropis seperti Indonesia. Namun, catatan yang perlu saya tambahkan adalah: ”negara Indonesia bukan hanya sebuah negara tropis, tetapi negara yang sering dirundung banjir.”

Kenyataan negara Indonesia sebagai ”negara tropis yang sering dirundung banjir,” membuat kita layak membuka hati pada item yang satu itu: Sepatu Bot. Selain sebagai pelengkap gaya tubuh bagian bawah, sepatu bot juga sah-sah saja digunakan di negara dua musim seperti Indonesia. Alasannya mudah saja: Mbaknya mau hasil pedicure ratusan ribu kemarin sore ternoda becekan di musim banjir—eh, musim hujan?

*christine evans—18januari2009.

Rabu, 14 Januari 2009

Keranjingan Polyvore..

Bila beberapa orang sedang keranjingan facebook atau yang dulu tak lepas duduk di depan komputer untuk membuka friendster, sekarang saya sedang keranjingan polyvore.

Situs ini merupakan situs yang dapat menyalurkan bakat saya untuk membuat sebuah mode board atau styling. Hahhh..
Coba lihat set yang sudah saya buat atau buatlah account di situs itu. Jangan lupa yah, tambahkan saya dalam deretan nama teman Anda. =)

buka situsnya: www.polyvore.com
nah, account saya: http://www.polyvore.com/cgi/profile?id=499816


Selamat bermain dengan Fashion! =)

♥♥christine evans

Selasa, 13 Januari 2009

Mix Match Edition

Mix and Match atau yang bahasa Indonesianya Padu Padan adalah istilah yang sudah sering digunakan dalam dunia mode. Namun, terkadang kita sering terlalu takut untuk mengubah, entah menambah atau mengurangi, beberapa item yang tadinya sudah 'dipasangkan' atau dapat dikatakan sudah diatur konvensinya. Sebut saja, kebaya+kain, tunik+celana pipa, dll.

Hal yang ditakutkan berkisar dalam: "Nanti warnanya nyambung ga, yah," "mmm..cocok ga, yah," "berlebihan deh kayanya," dan sebagainya-dan sebagainya. Akhirnya, gaya yang keluar adalah "gaya pelarian" atau "gaya main aman."
Biasanya gaya jenis ini terdiri atas:

satu setel kaus polos + jeans.


Sayang sekali bila Anda tidak memanfaatkan berbagai macam item fashion lainnya yang ada di lemari pakaian Anda. Apalagi aksesori yang hanya mendekam di kotak perhiasan Anda.

Bukan berarti saya menyalahkan tipe "gaya main aman." Namun, saya hanya menyayangkan jiwa kreativitas seseorang untuk memadu-padan menganggur begitu saja dan harus mengacuhkan panggilan dress, bangle, long earrings dan bold leather belt yang sudah Anda beli sedari dulu--dengan alasan, "kalung ini pernah dipakai Luna Maya" atau "belt ini bagus deh waktu dipakai Dian Sastro." Lalu, saat ingin memakainya Anda berpikir.. "mmm.. tapi saya bukan Luna Maya atau Dian Sastro, jelas aja dia cocok, dia 'kan kurus!"

Daripada hal tersebut terjadi pada diri Anda berulang kali, lebih baik saya beri masukan.
Saya akan memberi masukan agar Anda dapat cermat dan gaya dalam hal Mix and Match dengan tidak memberi hasil : "Madamme Mic Mac." x9

♣ Apabila Anda sudah bermain dengan potongan yang rumit, jangan tambahkan aksesori yang terlalu 'berat' atau besar dan menarik mata;

♣ Apabila Anda ingin sekadar bermain dengan warna. Mainkan warna yang terang dengan warna yang gelap secara bersamaan. Namun, apabila Anda cukup berani, tak ada salahnya untuk bermain dengan dua warna terang yang kontras;

♣ Gunakan aksesori yang besar dan menarik mata dapat menambah nilai fashionable dari "gaya main aman" yang sedang Anda gunakan. Jadi, jangan lupa untuk selalu menyediakan beberapa kalung, cincin, gelang, dan pita di dalam tas Anda.

Jadi, jangan merasa kalah dengan orang yang menggunakan pakaian dengan label ternama. Hal yang paling penting dalam bergaya adalah:
Bagaimana untuk menampilkan individualitas kita ke dalam materi yang kita gunakan.

Buat apa memakai sepatu Manolo Blahnik dan tas Hermes, tetapi ternyata dia tidak mampu memadupadankan dua item tersebut menjadi ♥absolutelyfashionable♥?